Senin, 12 Januari 2009

Review Exposure Draft Akuntansi

Bismillahirrahmaanirrahim

1. Miskonsepsi Paradigma Transaksi Syariah dalam Akuntansi Syariah
Terdapat miskonsepsi antara Paradigma, Asas dan Karakteristik Transaksi Syariah (Kaidah 1) dengan Tujuan Laporan Keuangan, Asumsi Dasar dan Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan (Kaidah 2). Kaidah 1 mengatur fungsi transaksi yang dilakukan entitas syariah. Kaidah 2 mengatur fungsi pencatatan dan penyampaian informasi yang dilakukan entitas syari’ah. Perbedaan fungsi Kaidah 1 dan Kaidah 2 merupakan kriteria yang sangat mendasar. Kaidah 1 memang dapat berpengaruh terhadap kaidah 2 , berkaitan apa yang akan dicatat dan diinformasikan dalam laporan keuangan. Tetapi fungsi kaidah 2 sebenarnya tidak hanya melakukan pencatatan dan penginformasian transaksional saja. Kaidah 2 di samping mencatat fungsi transaksi, juga mencatat kejadian atau aktivitas ekonomi yang tidak dan belum melibatkan transaksi yang dicantumkan dalam Kaidah 1. Kejadian ekonomi berhubungan dengan:

a. Aset dan Kewajiban

Penilaian aset dan kewajiban dipengaruhi kejadian baik sebagian atau keseluruhannya di luar transaksi. Contohnya adalah kenaikan harga, akresi (pertumbuhan alamiah), apresiasi (selisih nilai pasar wajar) penyusutan, pencurian, kejadian luar biasa, intangible asset, operasi mesin atau pabrik untuk produksi, goodwill, pemeliharaan, beban pengiriman barang dan jasa, dan lain-lain.

b. Pendapatan

Proses produksi yang dipengaruhi kejadian menyebabkan naiknya nilai aset sebelum dilakukan penentuan harga jual dan dilakukan penjualan, dan lain-lain. Dalam konsep pembentukan pendapatan terdapat titik-titik tertentu yang tidak berhubungan dengan proses transaksi. Misalnya produk selesai diproduksi sebelum penjualan untuk industri ekstraktif seperti pertambangan, pertanian, perkebunan, dan lainnya. Kemudian, pemindahan barang jadi dari pabrik ke gudang

c. Biaya

Penurunan nilai aset, sediaan barang atau ekuitas yang dipengaruhi kejadian dapat dianggap sebagai biaya. Dalam proses pembentukan biaya juga terdapat biaya yang tidak terkait dengan transaksi, seperti kos produksi, kos non produksi. Di samping pembentukan biaya juga terdapat masalah yang menyebabkan terjadinya biaya seperti produk Usang dan Barang Rusak. Juga mengenai depresiasi baik akibat proses akumulasi dana, pemulihan investasi, proses penilaian.

d. Eksternalitas yang berhubungan aktivitas sosial dan lingkungan

e. Kejadian yang berhubungan aktivitas non-ekonomi lainnya

2. Tujuan, Asumsi Dasar, Unsur, Pengakuan dan Pengukuran Laporan Keuangan

ED akuntansi syariah hanya memusatkan pada dua hal yang utama, yaitu informasi ekonomi dan sosial. Informasi ekonomi masih menekankan pada pentingnya bottom line laba yang tidak sesuai dengan paradigma transaksi syariah. Informasi sosial hanya berhubungan dengan bentuk qardhul hasan dan pengelolaan zakat. Dalam paradigma transaksi syari’ah paragraf 12, 13, 14 memuat beberapa prinsip utama:

a. Akuntabilitas

Akuntabilitas utama dalam paragraf 12 adalah pada Allah SWT sebagai pencipta alam semesta, dan untuk kebahagiaan hidup dan kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual. Hal ini tidak nampak pada laporan laba rugi, neraca, laporan arus kas dan laboran perubahan modal untuk entitas bisnis syari’ah. Bottom line laba dalam laporan laba rugi jelas memberi prioritas utama pertanggungjawabannya kepada pemilik modal atau investor. Sedangkan hubungannya dengan stakeholders, alam dan Tuhan dianggap sebagai biaya. Artinya disini akuntabilitas yang dipentingkan bukan kepada Allah, dan implikasinya kepada alam dan stakeholders, tetapi utamanya kepada pemilik modal maupun investor.

b. Perangkat Syari’ah dan Akhlak sebagai prinsip dari asas transaksi syariah (paragraf 15 -26) dan karakteristik transaksi syariah (paragraf 27-29) hanya nampak dalam tujuan laporan keuangan tetapi tidak nampak secara utuh dan menyeluruh (kecuali dalam beberapa poin) dalam asumsi dasar, karakteristik, unsur dan pengakuan laporan keuangan.

b.1. Asumsi dasar laporan keuangan akuntansi syariah masih menetapkan kelangsungan usaha dan sistem akrual (paragraf 41 dan 43). Dua asumsi tersebut sangat bertentangan dengan prinsip dan akhlak syariah bahkan tujuan laporan keuangan akuntansi syariah. Asumsi kelangsungan usaha memang memiliki pendekatan akuntabilitas berbasis entity theory yang mementingkan pemilik modal dan investor saja (lihat point 2.i.a.). Sedangkan dalam asumsi dasar akrual tidak sepenuhnya dapat digunakan secara langsung. Seperti diketahui bahwa prinsip akrual melakukan pencatatan fakta (merekam arus kas masa kini), potensi (merekam arus kas masa depan) dan konsekuensi (merekam arus kas masa lalu). Khusus mengenai pencatatan potensi menggunakan prinsip present value yang sarat dengan penghitungan bernuansa riba dan gharar.

b.2. Unsur laporan keuangan akuntansi syariah terutama laba masih menggunakan konsep income yang memang merupakan konsekuensi digunakannya entity theory. Tidak menyesuaikan konsep income berdasar pada shari’ate enterprise theory yang menggunakan konsep nilai tambah yang sesuai prinsip transaksi syariah.

b.3. Pengakuan unsur-unsur dalam laporan keuangan akuntansi syariah masih didasarkan pada prinsip akuntansi konvensional (paragraf 110). Proses pengakuan seperti ini akan berdampak pada hilangnya paradigma transaksi syariah dan akhlak (seperti tidak mengandung unsur riba, haram, gharar, dan prinsip syariah lainnya.

3. Bentuk Laporan Keuangan

Dampak miskonsepsi antara Kaidah 1 dan Kaidah 2 jelas kurang sesuai dengan nilai-nilai Islam dan tujuan syariah (maqashid asy-syari’ah). Laporan Nilai Tambah Syariah, Neraca Berbasis Nilai Sekarang, Aliran Kas Syariah dan Laporan Respon Sosial dan Lingkungan, tidak menjadi laporan utama dan bahkan tidak di akomodasi dalam laporan keuangan syari’ah dalam ED.

4. Saran-saran Perbaikan ED Akuntansi Syariah

Perlu dilakukan perubahan dan perbaikan mengenai beberapa hal agar terdapat konsistensi dengan paradigma syariah. Berikut beberapa hal yang perlu dilakukan perubahan:

a. Perubahan Paradigma Transaksi Syariah

Agar paradigma transaksi syariah dapat memayungi seluruh kejadian dan aktivitas yang berhubungan dengan pencatatan akuntansi bagi entitas syariah diperlukan perubahan dari Paradigma Transaksi Syariah menjadi Paradigma Transaksi dan Kejadian Ekonomi Syariah. Perubahan ini akan memberi tuntunan yang lebih pasti terhadap ketentuan-ketentuan pencatatan sampai penyampaian informasi akuntansi yang menyeluruh baik mengenai transaksi maupun kejadian ekonomi lain dalam entitas bisnis.

b. Perubahan Asumsi Dasar Akuntansi Syariah

Asumsi dasar akrual seharusnya dirubah menjadi Sinergi Akrual dan Cash Basis. Khusus akrual diperlukan penjelasan lebih detil khusus pencatatan potensi untuk menghindari terjadinya transaksi dan kejadian ekonomi lainnya yang bertentangan paradigma transaksi dan kejadian ekonomi syariah. Sedangkan asumsi dasar kelangsungan usaha dirubah menjadi asumsi dasar kerjasama usaha yang berbasis pada shariate enterprise theory. Asumsi dasar kerjasama usaha mengakui bahwa akuntabilitas bukan hanya pada kepentingan pemilik modal dan investor saja, tetapi akuntabilitas yang lebih luas. Akuntabilitas pada partisipan langsung (pemegang saham, karyawan, pemerintah, kreditor, pemasok, pelanggan dan lainnya) tidak langsung (mustahiq, lingkungan alam) serta dilakukan dalam rangka ketundukan (pertanggungjawaban kepada Allah/abd’Allah) dan kreativitas (pertanggungjawaban kepada manusia, sosial dan alam/khalifatullah fil ardh).

c. Perubahan Unsur Laporan Keuangan Akuntansi Syariah

Perubahan asumsi dasar akan berdampak pada unsur laporan keuangan, terutama pada unsur laba (income). Perubahan laba dari laba akuntansi menjadi nilai tambah syari’ah harus selalu bernilai suci (tazkiyah) mulai dari proses pembentukan sumber, proses, sampai distribusinya. Semua harus jelas pengakuan dan pengukurannya yang sesuai syariah. Artinya, unsur atau elemen laba dirubah menjadi elemen nilai tambah syariah.

d. Perubahan Pengakuan Laporan Keuangan Akuntansi Syariah

Penggunaan nilai tambah syariah berdampak pada prinsip pengakuan. Transaksi dan kejadian ekonomi lain dapat diakui ketika telah disucikan (tazkiyah) atau disesuaikan dengan prinsip pengakuan halal, bebas riba dan bebas gharar.

e. Perubahan Bentuk Laporan Keuangan Akuntansi Syariah

Berdasarkan pada perubahan-perubahan poin a-e, maka bentuk laporan keuangan yang diperlukan perubahannya adalah:

e.1. Laporan Laba Rugi dirubah menjadi Laporan Nilai Tambah Syariah
e.2. Neraca dirubah menjadi Neraca Berbasis Nilai Sekarang
e.3. Perlu penambahan Laporan Sosial dan Lingkungan

Demikian review dan saran yang kami sampaikan, semoga dapat menjadi bahan revisi Exposure Draft Akuntansi Syariah secara komprehensif.

Billahittaufiq wal hidayah.
Oleh: AJI DEDI MULAWARMAN

LAPORAN KEUANGAN SYARIAH BERBASIS TRILOGI MA’ISYAH-RIZQ-MAAL

ABSTRAKSI

Penelitian ini berkenaan dengan teknologi akuntansi syariah, khususnya mengenai laporan keuangan. Tujuan penelitian ini adalah merumuskan Laporan Keuangan Syariah dari habitus transaksi dan bisnis masyarakat Muslim Indonesia. Perumusan menggunakan metodologi Metodologi Tazkiyah Dua-Langkah. Langkah pertama melakukan perubahan konsep laporan keuangan konvensional dan Islamic Corporate Report’s dari Baydoun dan Willett (1994) berdasarkan Akuntansi Syari’ah (diturunkan dari Nilai-nilai Islam dan Maqashid Asy-Syari’ah). Perubahan tersebut dengan langkah kedua melalui Teknosistem (Islam) dan Perluasan (Islamisasi) Constructivist Structuralism digunakanuntuk membentuk Laporan Keuangan Syariah.

Hasil pertama menunjukkan bahwa trilogi ma’isyah-rizq-maal merupakan substansi laporan keuangan syariah. Ma’isyah sebagai representasi transaksi bisnis Islami. Rizq sebagai representasi penciptaan nilai tambah Islami. Sedangkan maal sebagai representasi kekayaan Islami.

Konsekuensi dari penggunaan trilogi ma’isyah-rizq-maal adalah bahwa perumusan: (1) laporan arus kas syari’ah berdasarkan pada konsep ma’isyah; (2) laporan nilai tambah syari’ah berdasarkan pada konsep rizq; dan (3) neraca syari’ah berdasarkan pada konsep maal.

Oleh: AJI DEDI MULAWARMAN

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), adalah lembaga pendidikan tinggi negeri Indonesia di bawah Departemen Keuangan. Lulusan STAN dipersiapkan untuk dapat mengelola keuangan Negara di berbagai instansi, antara lain Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Badan Pengawas Pasar Modal, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea Cukai, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, serta Direktorat PBB.

STAN merupakan sekolah kedinasan yang menyelenggarakan program pendidikan tingkat diploma (D-I, D-III, dan D-IV). Mahasiswa STAN dibebaskan dari biaya pendidikan, mendapatkan buku literatur gratis, serta ditempatkan bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen Keuangan. STAN menerapkan sistem drop out bila mahasiswanya tidak mencapai Indeks Prestasi tertentu.

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) termasuk dalam jenis Perguruan Tinggi Kedinasan (PTK) sipil. STAN menganut sistem demokrasi yang menerapkan sistem learning by action di mana setiap mahasiswanya diberikan kebebasan berpendapat.

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara merupakan penyelenggara pendidikan program diploma bidang keuangan dalam lingkungan departemen Keuangan bertujuan untuk mendidik mahasiswa supaya mempunyai pengetahuan dan keahlian di bidang akuntansi dan keuangan sektor publik dan mempersiapkan mahasiswa agar kelak menjadi pegawai negeri yang berdisiplin kuat,berakhlak tinggi dan penuh dedikasi. Sekolah Tinggi Akuntansi Negara ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor :12/PMK/1987 tanggal 18 Februari 1987. Sedangkan program diploma Keuangan dalam lingkungan Departemen Keuangan telah dilimpahkan tanggung jawab pengelolaannya kepada direktur Sekolah Tinggi Akuntansi Negara sesuai dengan surat tugas Kepala Badan Pendidikan dan Latihan Keuangan Nomor: ST-098/BP/1997 tanggal 31 Oktober 1997 dan Surat edaran Kepala Badan Pendidikan dan Latihan Keuangan Nomor: SE-048/BP/1998 tanggal 29 Oktober 1998.

Fasilitas Kampus

* Alamat :

1. Kampus I: Jl. Bintaro Utama Sektor V, Bintaro Jaya, Jakarta Selatan
2. Kampus II: Jl. Ceger Raya, Kel. Jurangmangu Timur, Kec. Pondok Aren, Tangerang, Banten 15222.

Keterangan :

Lokasi kampus hanya 1. Alamat kampus ada 2 karena kampus STAN mempunyai 2 pintu masuk yaitu pintu selatan (Bintaro) dan pintu utara (Ceger). Kampus STAN di Bintaro/Ceger ini digunakan sebagai tempat kuliah mahasiswa DIII dan DIV dari semua jurusan, serta sebagian mahasiswa DI Perpajakan.

Sedangkan mahasiswa DI yang lain berkuliah di Balai Pendidikan dan Pelatihan yang ada di beberapa daerah, diantaranya Medan, Palembang, Cimahi, Semarang, Yogyakarta, Malang, Balikpapan, Makassar dan Manado. Tetapi mulai tahun ajaran 2007 semua pendidikan D1 dialihkan di STAN Jakarta.

Selama pendidikan, mahasiswa tidak dipungut biaya pendidikan apapun dari pihak kampus. website alternatif : www.depkeu.go.id dan www.bppk.depkeu.go.id
[sunting] Program studi

Pendidikan Program diploma Bidang Keuangan terdiri dari:

* Program diploma 1 keuangan (d-I) Spesialisasi:

1. Kebendaharaan Negara/Anggaran
2. Administrasi Perpajakan
3. Kepabeanan dan Cukai

* Program diploma 3 keuangan (D-III) Spesialisasi:

1. Kebendaharaan Negara/Anggaran
2. Administrasi Pajak
3. Kepabeanan dan Cukai
4. Penilai/Pajak Bumi dan Bangunan
5. Akuntansi Pemerintah
6. Penilai/ Kepiutanglelangan

* Program diploma IV keuangan [(D-IV)khusus] Spesialisasi Akuntansi

Selain program-program diatas diadakan pula:

1. Program Pendidikan Asisten/Pembantu Akuntan
2. Program Diploma III keuangan Kurikulum Khusus
3. Program Diploma III Khusus

Sejarah Singkat

* Tanggal Berdiri: 1964
* Pendiri: Departemen Keuangan RI.

Sebelumnya, 1952, Departemen Keuangan mendirikan pendidikan Ajun Akuntan Negara dan Ajun Akuntan Pajak. Lalu mendirikan Akademi Pajak dan Pabean (1956), Sekolah Tinggi Ilmu Keuangan Negara (1959), Akademi Treasuri Negara (1960). Pada 1965, Akademi Perbendaharaan Negara, lalu Ajun Akuntan Pajak diubah menjadi Akademi Ajun Akuntan Pajak. Pada 1967, didirikan Institut Ilmu Keuangan (IIK) yang mengintegrasikan program-program pendidikan tinggi di lingkungan Dep-Keu dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dari status kelembagaan, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) berada di bawah pembinaan Eselon I Dep-Keu: Badan Pendididikan dan Pelatihan Keuangan – Keppres 12/1976. Kampus STAN diresmikan pada 4 Agustus 1986.

Gelar bagi lulusan pendidikan progam diploma bidang keuangan

Lulusan pendidikan program diploma bidang keuangan dapat diusulkan untuk diangkat menjadi calon pegawai negeri sipil pada departemen keuangan atau istansi pemerintah lainnya ke dalam pangkat/ golongan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lulusan pendidikan program diploma bidang keuangan berhak menggunakan sebutan profesional sebagai berikut:

* Ahli pertama bagi lulusan Program diploma I
* Ahli madya bagi lulusan program diploma III
* Sarjana sains terapan bagi lulusan program diploma IV

Elemen kampus

* Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)
* Badan Legislatif Mahasiswa (BLM)
* Himpunan Mahasiswa Spesialisasi (HMS): HIMAS (http://www.himas-stan.com), FOKMA (http://www.treasury-stan.com),HIMA PPLN , IMP, HMP, KMBC
* Lembaga Keagamaan (LK): [http://www.mbmstan.org/ MBM, KMK, PMK (http://www.pmkstan.org), KMHB, dll
* Badan Otonom (BO): STAPALA, SMC, CMC, SEC, dll
* Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM): STANic ( http://www.stan-ic.org ), SKETSA, Taekwondo, Teater Alir, SCENE, Korps Suka Rela (KSR PMI), dll
* Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus (OMEK): ANIMAC ( http://www.animaku.net ),Gema Pembebasan, KAMMI
* Lembaga Pers Mahasiswa (LPM)
* Organda organda yang telah diakui : Kamadiri (Keluarga Mahasiswa Kediri), Maharema (Mahasiswa Arek Malang) (http://www.maharema.com), Himasurya ( http://www.himasurya.net), Permata, Kemala, Ikmas,IKM Tuah Sakato, Kempro (Keluarga MAhasiswa Probolinggo), MahakamSTAN (Mahasiswa Kalimantan STAN, Organisasi gabungan antara seluruh mahasiswa yang berasal dari pulau kalimantan)

Pranala luar

* http://www.stan.ac.id
* http://www.himas-stan.com
* http://www.ppln-stan.com
* http://www.stapala.com
* http://www.stan-ic.org
* http://www.animaku.net
* http://www.mbmstan.org
* http://www.dewanggastan.com
* http://www.himasurya.net
* http://www.maharema.com
* http://www.stan-jakarta.com

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

ISU-ISU KONTEMPORER AKUNTANSI SYARI'AH

Pada awal tahun 90-an Indonesia pada khususnya telah menunjukkan keadaan perubahan yang lebih membaik. Perkembangan sistem ekonomi dan bisnis berlandaskan Islam telah menujukkan trend yang cukup menggembirakan. Hadirnya lembaga keuangan syari'ah di belahan bumi menunjukkan langkah kemajuan keberadaan sistem ekonomi dan bisnis Islam di tanah air ini. Lembaga-lembaga seperti itu adalah organisasi yang bercirikan "amanah". Dalam organisasi semacam ini, keberadaan etika sangat penting. Bagi umat Islam, kegiatan bisnis (temasuk bisnis perbankan) tidak akan pernah terlepas dari ikatan etika Islam.

Bukan hal yang berlebihan bila bank Islam berdasarkan pada nilai etika Islam. Bahkan secara formal bank Islam membentuk badan khusus dalam organisasinya. Badan ini bertugas memberikan pandangan-pandangan dasar-dasar etika (atau pengawasan) Islam bagi manajemen dalam menjalankan operasi bank (termasuk pencatatan dan pelaporan akuntansinya). Badan tersebut dinamakan Dewan Pengawas Syari'ah yang berdiri secara independen di dalam organisasi bank.

Dalam perkembangan perbankan sebagai intemediry antara unit supply dengan unit demand. Disinilah diperlukan proses pencatatan dan pelaporan semua transaksi dan kegiatan muamalah yang dilakukan di perbankan, sehingga perlu sistem akuntansi yang sesuai (relevan). Dengan demikian perlu proses transformasi. Transfrormasi ini tidak saja akan mempengaruhi perilaku manajemen, pemegang saham, karyawan dan masyarakat sekeliling, tetapi juga organisasi yang bersangkutan. Namun demikian, ini bukan berarti bahwa bentuk organisasi adalah faktor-faktor satu-satunya yang dapat mempengaruhi bentuk akuntansi. Faktor lain seperti sistem ekonomi, sosial, politik, peraturan perundang-undangan, kultur, persepsi dan nilai yang berlaku dalam masyarakat mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap bentuk akuntansi. Ini juga menunjukkan bahwa akuntansi adalah sebuah entitas informasi yang tidak bebas nilai.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa nilai-nilai, sistem dan filsafat sebuah ilmu akan turut menentukan model ilmu yang berkembang di suatu negara. Apabila suatu negara menganut sistem ekonomi kapitalisme, maka sistem akuntansi yang berkembang adalah sistem akuntansi kapitalis. Demikian pula, apabila suatu negara mengikuti sistem ekonomi Islam maka upaya yang harus dikembangkan adalah sistem Akuntansi Syari'ah.

Mempelajari dan menerapkan Akuntansi Syari'ah, pada hakekatnya adalah belajar dan menerapkan prinsip keseimbangan (balance) atas transaksi atau perkiraan atau rekening yang telah dicatat untuk dilaporkan kepada yang berhak mendapatkan isi laporan. Islam adalah cara hidup yang berimbang dan koheren, dirancang untuk kebahagiaan (falah) manusia dengan cara menciptakan keharmonisan antara kebutuhan moral dan material manusia dan aktualisasi sosio-ekonomi, serta persaudaraan dalam masyarakat manusia. Triyumono menyatakan bahwa Akuntansi Syari'ah merupakan salah satu upaya mendekonstruksi akuntansi modern ke dalam bentuk humanis dan syarat nilai.

Sesuai dengan fungsi manusia sebagai khalifah di muka bumi, maka seluruh upaya dilakukan oleh manusia harus mampu merespon kebutuhan masyarakat atau harus memiliki orientasi sosial. Demikian pula upaya kita untuk mengembangkan Akuntansi Syari'ah. Akuntansi harus berkembang dengan merespon kebutuhan masyarakat. Lebih lanjut Gilling (1996) menjelaskan situasi akuntansi yang intinya sebagai berikut:

Akuntansi adalah alat mekanis yang secara pribadi diterapkan pada kegiatan bisnis, akuntansi berkembang menjadi media yang sangant penting untuk mengungkapkan pada fakta umum yang penting tentang masyarakat modern dan komplek di mana kita hidup. Akuntansi bertindak sebagai fungsi pencatatan dengan melaporkan informasi yang berguna bagi pemilik dan pemegang saham, investor yang disebabkan pemisahan pemilikian dengan pengawasan tidak lagi memiliki pengetahuan langsung tentang kondisi dan kegiatan usaha.

Tujuan akuntansi tidak lagi membuat pertanggungjawaban yang jelas bagi pemilik tetapi membiarkan perusahaan survive. Di pihak lain akuntansi telah menjadi alat ukur menghitung keuntungan perusahaan yang berbeda dari keuntungan sosial. Sementara, masyarakat mengharapkan agar perusahaan bertindak sebagai koordinator dalam menggunakan SDM, bahan dan dana untuk menghasilkan barang dan jasa dan dalam mendistribusikan hasilnya kepada penyumbang. Tetapi sayangnya belum dikembangkan kepada metode untuk melaporkan kemajuan masyarakat dan juga tidak membuat laporan hasil atas hasilnya.

Islam melalui Al Qur'an telah menggariskan bahwa konsep akuntansi yang harus diikuti oleh para pelaku transaksi atau pembuat laporan akuntansi adalah menekankan pada konsep pertanggungjawaban atau accountability, sebagai ditegaskan dalam surat Al Baqaroh ayat 282. Disamping itu, Akuntansi Syari'ah harus berorietasi sosial. Akuntansi Syari'ah tidak hanya sebagai alat ukur untuk menterjemahkan fenomena ekonomi dalam bentuk ukuran moneter tetapi sebagai suatu metode untuk menjelaskan fenomena ekonomi itu berjalan dalam masyarakat Islam.

Penelitian yang dilakukan oleh Hayashi (1995) dalam bukunya yang berjudul On Islamic Accounting yang dijelaskan bahwa akuntansi kapitalis, konsep Akuntansi Syari'ah, perhitungan zakat dan kasus Feisal Islamic Bank di Kairo dan praktek bisnis di Arab Saudi. Hayashi mengemukakan perbedaan yang mendasar antara akuntansi kapitalis dan Islam. Akuntansi Syari'ah memiliki metarule yaitu hukum Islam yang digambarkan oleh Al Qur'an dan Hadits sedangkan akuntansi kapitalis tidak memiliki itu. Akuntansi kapitalis hanya bergantung pada keinginan user sehingga bersifat lokal dan situasional.

Harahap (1992) dalam bukunya berjudul Akuntansi, Pengawasan dan Manajeme dalam Perspektif Islam, melihat dari sudut nilai-nilai Islam yang ada di dalam konsep akuntansi kapitalis. Dari analisis terhadap prinsip dan sifat-sifat akuntansi dikemukakan, bahwa banyak prinsip akuntansi yang sesuai dengan konsep Islam, seperti prinsip substance over from, reliability, objectivity, timeline dan lain sebagainya (1992 : 8-9). Selanjutnya sesuai dengan perkembangan akuntansi kapitalis banyak mengalami pemangkasan aspek-aspek yang tidak sesuai dengan kondisi lokal, sehingga dia yakin konsep akuntansi kapitalis saat ini akan menuju irama Akuntansi Syari'ah.

Dosen di STAIN PEKALONGAN

Minggu, 04 Januari 2009

Akuntansi Mendorong Kepatuhan Terhadap Syariah

Al-Qur’an telah memberi pesan yang kuat mengenai keharusan mencatat transaksi keuangan yang tampak pada Surah Al-Baqarah ayat 282: Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, ... dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah...

Ajaran Islam telah menanamkan arti penting pencatatan keuangan atau pembukuan yang kemudian berkembang menjadi akuntansi. Para sarjana muslim merumuskan tujuan utama akuntansi (syariah) berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam ayat di atas, di antaranya adalah (1) prinsip pencatatan dan persaksian (dokumentasi) untuk penentuan hak dan kewajiban pihak terkait, (2) prinsip informasi untuk pengambilan keputusan, dan (3) prinsip ketakwaan untuk memenuhi kepatuhan terhadap prinsip syariah. Tujuan-tujuan ini telah diadopsi pula dalam PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.

Prinsip pertama dan kedua telah lazim dan berlaku pula bagi akuntansi secara umum atau yang dibahasakan sebagai akuntansi konvensional. Namun prinsip yang ketiga adalah khas bagi akuntansi syariah. Sesuai dengan hirearki karakteristik kualitatif dalam kerangka dasar konseptual akuntansi, tujuan menduduki peringkat pertama yang menurunkan karaktristik, unsur-unsur yang harus dipenuhi, asumsi dan prinsip dasar, serta kendala yang dihadapi. Dengan demikian, kegagalan pemenuhan prinsip ini akan membuat akuntansi tak dapat dikategorikan sebagai akuntansi syariah karena tiada beda dengan akuntansi konvensional.

Para praktisi ekonomi syariah tampaknya masih banyak yang belum menyadari peranan akuntansi sebagai sarana untuk meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam bertransaksi. Ini terasa seperti lagu lama di mana akuntansi konvensional juga gagal memenuhi tujuannya sebagai penyedia informasi yang handal untuk pengambilan keputusan, karena kurangnya kejujuran, adanya peluang earning management, dan manipulasi informasi melalui pemanfaatan teknik-teknik akuntansi. Sedangkan idealnya, akuntansi syariah mampu menyajikan informasi yang jujur, apa adanya, dan mendorong pemenuhan aspek syariah dalam muamalah, terutama menyangkut akad serta penetapan hak dan kewajiban.

Beberapa Ilustrasi

Sebagai contoh, setiap pelaporan yang menggunakan istilah pembiayaan menunjukkan bahwa akadnya didasarkan pada prinsip bagi hasil, sedangkan istilah piutang menunjukkan bahwa akad didasarkan pada prinsip jual beli atau prinsip pewakilan. Dengan demikian, kita dapat membedakan antara piutang murabahah dengan pembiayaan mudharabah.

Contoh yang lain adalah proses taukil pada akad murabahah. Pada hakekatnya ada dua transaksi, yaitu (1) transaksi wakalah, di mana nasabah membeli barang murabahah atas nama bank, dan (2) transaksi murabahah sendiri pada saat barang diserahterimakan kepada nasabah melalui akad jual beli murabahah. Akad wakalah digambarkan oleh akuntansi melalui adanya piutang wakalah yang harus dilunasi oleh nasabah dengan barang murabahah. Tiadanya proses ini akan membuat murabahah tiada beda dengan peminjaman uang yang mensyaratkan tambahan jumlah yang harus dikembalikan (dikenal sebagai riba nasi’ah). Penguasaan akuntansi dalam masalah ini akan membuat orang sadar pada akad yang dihadapi dan memahami batas akad yang harus dipenuhinya.

Contoh lain lagi adalah pelaporan ekuitas pada Neraca nasabah. Apabila seluruh ekuitas berasal dari bank syariah sebagai pemilik dana (shahibul maal), maka akadnya adalah mudharabah. Apabila nasabah memiliki ekuitas lain, maka mau tidak mau akadnya adalah musyarakah, karena terjadi percampuran modal. Dalam praktiknya, banyak BPR Syariah maupun BMT menggunakan akad mudharabah karena merasa menyediakan seluruh dana, meski nasabah sebenarnya juga menyediakan ekuitas, baik berupa toko, peralatan, atau pun persediaan yang lama. Apabila akadnya berbeda, akuntansinya juga berbeda.

Contoh yang lain lagi adalah teknik penghitungan bagi hasil yang dapat didasarkan pada laba kotor (gross profit sharing) atau pada laba bersih (profit sharing). Akuntansi memberikan media yang jelas pada bentuk laporan laba rugi yang digunakan. Bentuk bertahap (multiple step) memungkinkan penghitungan gross profit sharing, sedangkan bentuk tunggal (single step) hanya bisa mengakomodasi profit sharing.

Dalam tataran yang lebih rumit, penentuan berapa harga pokok dan besarnya biaya yang dapat dibebankan secara adil (fair) dihitung berdasarkan prinsip-prinsip dalam akuntansi manajemen yang jelas membedakan antara konsep biaya relevan dan konsep biaya penuh. Pelaporan selisih yang bersifat merugikan dari biaya standar dapat mengungkap seberapa besar biaya yang timbul akibat inefisiensi yang dilakukan oleh penguasaha (mudharib). Hal-hal ini harus dibicarakan oleh shahibul maal dengan mudharib.

DPS dan Pemahaman Akuntansi Syariah

Dengan pemahaman yang baik terhadap akuntansi dan arti pentingnya, maka akuntansi syariah dapat diharapkan menjadi bahasa di kalangan bisnis syariah sekaligus mampu mendorong kepatuhan terhadap prinsip syariah, terutama menyangkut akad dan penetapan hak dan kewajiban setiap pihak yang terkait.

IAI telah berusaha keras untuk merumuskan standar akuntansi syariah dengan memperhatikan pertimbangan dan keputusan dari Dewan Syariah Nasional (DSN). Sungguh patut disayangkan apabila upaya mulia tersebut tersia-sia karena komunitas ekonomi syariah tidak menyambutnya – bukan karena enggan, melainkan – karena kurangnya penguasaan di bidang tersebut dan kurangnya pemahaman tentang arti penting pelaporan keuangan sebagaimana diamanatkan Surah Al-Baqarah ayat 282. Suatu institusi dapat disebut sebagai institusi syariah apabila memenuhi segenap aspek syariah, termasuk dalam hal pencatatan dan pelaporan keuangannya.

Pengawasan terhadap aspek syariah pada lembaga keuangan syariah (LKS) mestinya juga tidak terbatas pada aspek produk dan akad, tetapi juga menyangkut pengawasan terhadap kepatuhan terhadap akuntansi syariah, terlebih setelah kita menyadari pentingnya akuntansi dalam mendorong kepatuhan terhadap aspek syariah. Pada titik ini, peranan Dewan Pengawas Syariah (DPS) menjadi dipertanyakan (meski sebenarnya tanpa ada masalah akuntansi sekali pun, peran DPS selama ini juga patut dipertanyakan).

Tampaknya di masa mendatang, perlu dipersyaratkan adanya seorang akuntan yang menjadi anggota DPS. Atau setidak-tidaknya sekretaris DPS harus ada dua, salah satunya akuntan yang dapat mendiskusikan duduk perkara pencatatan transaksi – terutama menyangkut pengakuan pendapatan dan biaya serta penyajian laporan keuangan – dengan DPS secara lebih independen, daripada pertanyaan diajukan oleh manajemen yang tidak tertutup kemungkinan mempunyai kepentingan-kepentingan tertentu dalam penyajian laporan keuangan. Solusi yang lain dari masalah ini adalah penyelenggaran pelatihan akuntansi syariah bagi anggota-anggota DPS, khususnya yang masih muda-muda, sehingga DPS dapat mengawasi pemenuhan aspek syariah dari lembaga yang diawasinya secara lebih kaafah.

Wa Allah A’lam.


Oleh: H. M. Dawud Arif Khan, S.E., M.Si., Ak., BAP